Tfz9BSAlTfr7TSGlTUM5TfAlGA==

Kemenko Marves Tanggapi Penutupan Tambang Nikel Global: Faktor Ketidakkompetitifan

 

News

Dalam menghadapi penutupan sejumlah tambang nikel internasional yang terjadi belakangan ini, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menyatakan keheranannya. Penurunan harga nikel di pasar dunia menjadi alasan utama penutupan tersebut, dimana sebagian pihak mengaitkan fenomena ini dengan dominasi pasokan nikel dari Indonesia yang mempengaruhi harga global.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto, menyampaikan pandangannya dalam acara CNBC Economic Outlook 2024, mengungkap bahwa harga nikel masih berada di atas rata-rata dalam dekade terakhir. "Dengan rata-rata harga nikel selama sepuluh tahun terakhir berada di kisaran US$ 15.000 per metrik ton kering (dmt), saya menemukan kebingungan terhadap keluhan dari Australia, New Caledonia, dan Prancis. Saat ini, harga nikel berada pada US$ 17.000 per dmt, lebih tinggi dari rata-rata historis," ujar Septian.

Dia menjelaskan bahwa penutupan tambang nikel internasional bisa disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, banyak proyek tambang nikel di Australia yang diinisiasi saat harga nikel mencapai US$ 20.000 per dmt, dengan harapan harga akan terus meningkat. Kedua, masalah efisiensi, terutama di New Caledonia, dimana sejumlah proyek dianggap tidak efisien dari segi operasional smelter dan investasi, membuat mereka sulit bersaing di pasar global.

Meskipun harga nikel saat ini tidak sebesar dua tahun lalu, Septian menekankan bahwa sektor penambangan dan pemurnian nikel masih mencatatkan profitabilitas yang cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa industri nikel Indonesia masih dalam posisi yang kuat meskipun menghadapi tantangan global dan kritik dari beberapa negara.

Type above and press Enter to search.