Tfz9BSAlTfr7TSGlTUM5TfAlGA==

HAPIJIRA : Bahaya Psikososial di Tempat Kerja

HAPIJIRA


Di dalam berbagai kesempatan berkunjung ke site pertambangan, pertanyaan umum yang sering diutarakan adalah “Sudah berapa lama kerja di sini?”, “Sebelumnya kerja di mana?”, dan “Bagaimana dengan roster kerjanya?”.  Dari jawaban yang mereka sampaikan tentu beragam, seperti:

“Oh, sudah 10 tahun lebih” dengan wajah sumringah, karena merasa nyaman. Usut punya usut, ternyata teman kita itu setiap sore, tepat waktu, bisa pulang ke rumah, sehingga bisa bertemu keluarga. Saya tidak bertanya lebih lanjut, apakah kalau tiba di tempat kerja juga selalu tepat waktu.

“Oh, saya baru lima bulan. Sebelumnya saya kerja di Tambang X. Di sini, di tempat yang baru, saya lihat kesempatan berkembang lebih terbuka. Sinyal juga bagus, untuk VC mantap”.

Demikian sedikit penggalan berinteraksi dengan teman-teman rekan Pekerja Tambang. Dari jawaban obrolan tersebut sebenarnya tergambar beberapa masalah psikososial yang dihadapi.

Psikososial berasal dari kata psiko dan sosial. Psiko mengacu pada aspek psikologis individu seperti perasaan pikiran dan perilaku. Sementara sosial mengacu pada hubungan individu dengan kehidupan di luar atau orang-orang di sekitarnya. Definisi psikososial lainnya yaitu setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang sifatnya psikologis maupun sosial yang memiliki pengaruh saling timbal balik. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kondisi kejiwaan atau kesehatan mental seseorang dapat dipengaruhi oleh perubahan kehidupan yang dijalaninya. Ketika mengalami hal ini, individu tersebut bisa dikatakan mengalami gangguan psikososial.

Bahaya psikososial di tempat kerja adalah aspek pekerjaan dan situasi kerja yang dapat menyebabkan gangguan psikologis atau fisik. Hal Ini dapat disebabkan, diantaranya, oleh:

  1. Cara bagaimana tugas atau pekerjaan dirancang, diatur, dikelola dan diawasi,
  2. Tugas atau pekerjaan di mana ada bahaya dan risiko psikososial yang melekat
  3. Peralatan, lingkungan kerja atau tuntutan pekerjaan di area yang berbahaya secara fisik,
  4. Faktor sosial di tempat kerja, hubungan di tempat kerja dan interaksi sosial.
Bahaya psikososial di tempat kerja terkait tidak saja kondisi fisik, tetapi juga kaitannya dengan kondisi psikologis dan sosial di tempat kerja, seperti stres, kelelahan, intimidasi, kekerasan, agresi, pelecehan dan kelelahan akibat lembur, yang dapat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan pekerja dan mengancam kesejahteraan mereka.  (lihat diagram di bawah). Misalnya, paparan bahaya psikososial yang parah dan akut seperti mengalami kekerasan di tempat kerja yang dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan (misalnya gangguan stres akut, gangguan stres pascatrauma). Penting juga untuk mengenali bahwa efek kumulatif dari paparan tingkat rendah terhadap bahaya psikososial yang juga dapat menyebabkan gangguan psikologis atau cedera fisik. 

Selain merugikan bagi kesehatan pekerja, paparan bahaya psikososial dan faktor risiko di tempat kerja juga dapat mempengaruhi kinerja dan meningkatkan risiko kecelakaan atau insiden.
HAPIJIRA
Mengapa penting untuk mengelola bahaya psikososial di tempat kerja? 

Bahaya psikososial dapat menciptakan stres. Diakui bahwa stres dapat menyebabkan respons positif (disebut sebagai eustress); Namun, respons negatif terhadap stres (distress) dapat membahayakan kesehatan. Eustress disebut stres positif karena dapat meningkatkan motivasi dan produktivitas. Kondisi ini dapat muncul, contohnya, saat kita memulai pekerjaan baru atau mengunjungi tempat baru, sedangkan distress disebut stres negatif karena bisa mengganggu aktivitas sehari-hari dan hilangnya produktivitas. Distress jenis stres yang ingin dihindari orang-orang karena memiliki dampak negatif, seperti jadi meragukan diri sendiri hingga alami gangguan kecemasan.


HAPIJIRA

Stres bukanlah cedera, tetapi jika menjadi sering, berkepanjangan atau parah, dapat menyebabkan kerusakan psikologis dan fisik. Kerugian psikologis atau gangguan dari bahaya psikososial seperti kondisi kecemasan, depresi, gangguan stres pasca-trauma dan gangguan tidur, dalam beberapa kasus, hal ini dapat menyebabkan menyakiti diri sendiri dan pikiran untuk bunuh diri. Gangguan fisik dari bahaya psikososial contohnya seperti gangguan pada musculo-skeletal (muskulo-tulang), penyakit kronis dan kecelakaan terkait kelelahan. Stres kronis terkait pekerjaan yang tidak dikelola dapat menyebabkan kelelahan. Kelelahan dapat menjadi bahaya psikososial dan juga merupakan dampak atau suatu ciri hasil dari terkena bahaya psikososial. Kelelahan dapat berupa kelelahan mental atau fisik. Kelelahan biasa terjadi dalam situasi di mana pekerja bekerja dalam waktu yang panjang (lembur), yang seringkali dengan tuntutan mental, fisik dan emosional yang tinggi. 

Pekerja cenderung terkena kombinasi bahaya psikososial terkait pekerjaan dan faktor risiko di pekerjaan, dan ini dapat berinteraksi dengan faktor-faktor yang tidak terkait dengan pekerjaan (di luar pekerjaan), menjadikan kasus psikososial kompleks dan banyak sisi. Reaksi individu terhadap bahaya psikososial akan dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk kepribadian mereka, usia, tingkat pendidikan, tingkat pelatihan, status kesehatan, status sosial dalam organisasi dan tekanan yang mereka hadapi di luar tempat kerja.

Perusahaan perlu memastikan suatu proses yang sistematis untuk mengelola bahaya psikososial sebagai tanggung jawab dan kewajiban memenuhi ketentuan peraturan perundangan ketenagakerjaan, dan mencegah gangguan operasional serta biaya yang ditimbulkan sebagai akibat dari kecelakaan kerja. 

Siapa yang berisiko?
Dalam mengelola bahaya psikososial, perusahaan harus mempertimbangkan tugas (tasks) dan kegiatan (activity) yang dapat meningkatkan risiko bagi kelompok tertentu, misalnya, pekerja:
  1. Yang lebih muda, sedang dalam pelatihan atau On-the-Job Training, lebih tua, pekerja baru atau melakukan tugas-tugas baru,
  2. Dengan latar belakang budaya dan bahasa yang beragam,
  3. Yang pernah mengalami cedera terkait pekerjaan, penyakit atau paparan peristiwa traumatis sebelumnya.
Catatan: Penyesuaian mungkin perlu dilakukan bagi pekerja yang kembali bekerja  setelah cedera, sakit, atau paparan peristiwa traumatis terkait pekerjaan, untuk mencegah timbulnya bahaya lebih lanjut terhadap kesehatan mereka. Proses manajemen risiko  harus mengantisipasi dan mengidentifikasi  risiko yang yang mungkin terjadi dan memastikan pengendalian risiko telah mempertimbangkan kebutuhan para pekerja tersebut.

HAPIJIRA


Tabel berikut menunjukkan bahaya-bahaya psikososial dan faktor risiko tempat kerja yang dapat menjadi pertimbangan penilaian di dalam proses pengelolaan risiko (risk management) perusahaan. Mungkin tidak semua dapat diterapkan untuk semua tempat kerja. Kuncinya ada di tahap identifikasi bahaya di dalam proses manajemen risiko.
Tabel Bahaya psikososial dan faktor risiko terkait pekerjaan yang umum di tempat kerja
HAPIJIRA
HAPIJIRA
HAPIJIRA
HAPIJIRA
HAPIJIRA
HAPIJIRA


Pengelolaan dan Pencegahan Bahaya Psikososial

Kepemimpinan dan Budaya Kerja 
Setiap orang berkontribusi pada budaya tempat kerja mereka, tidak hanya dengan kata, tetapi juga dengan perbuatan. Kepemimpinan yang efektif dan budaya tempat kerja yang positif mengatur ritme hubungan di tempat kerja dan mendorong alokasi sumber daya yang mendukung implementasi tindakan dan kontrol pencegahan yang efektif. Komitmen untuk mengelola bahaya dan risiko psikososial oleh para pemimpin puncak dan manajer sangat penting di dalam efektifitas manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja yang sistematis. Untuk mencapai ini, mereka harus memahami:
  • Kewajiban keselamatan kerja  dari perusahaan dan pekerja
  • Peran pemimpin puncak dan manajer untuk membantu memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja.
  • Manajemen K3 atau KP yang sistematis yang mencakup manajemen bahaya dan risiko psikososial
  • Kasus bisnis untuk K3, termasuk mengapa mengelola bahaya dan risiko psikososial menjadi perhatian perusahaan.
Komitmen nyata dan berkelanjutan untuk mengendalikan risiko bahaya psikososial dari para pemimpin di seluruh tempat kerja adalah faktor kunci keberhasilan. Pemimpin dan orang lain yang terlibat dalam manajemen dan pengawasan harus menajadi role model dalam berperilaku dan berinteraksi untuk mendorong praktik kerja yang positif dan menunjukkan bahwa penting untuk mengidentifikasi dan mengelola bahaya dan risiko psikososial dengan tepat.

Perilaku di tempat kerja
Perilaku tempat kerja yang tidak pantas atau tidak masuk akal dapat menimbulkan risiko kesehatan seperti kekerasan dan agresi, penindasan, pelecehan (termasuk pelecehan seksual dan rasial), diskriminasi, pelanggaran, dan konflik. Perilaku ini dapat dilakukan secara langsung atau melalui penggunaan teknologi (misalnya platform elektronik, media sosial, email, pesan teks). Pertimbangan untuk mendukung perilaku tempat kerja yang sesuai meliputi:
  • Pengembangan dan pemeliharaan budaya tempat kerja yang positif 
  • Komitmen kepemimpinan yang terlihat 
  • Praktik kerja yang mendukung 
  • Pemodelan perilaku tempat kerja yang sesuai oleh para pemimpin dan manajemen (aktualisasi nilai inti dan golden rules)
  • Implementasi kebijakan dan prosedur yang adil dan konsisten, termasuk standar perilaku, pelaporan, dan tanggapan terhadap laporan 
  • Penyediaan pelatihan dan informasi reguler kepada semua pekerja dan manajemen. 
Desain kerja yang baik dan benar 
Desain kerja yang baik dan benar  mempertimbangkan bahaya dan risiko sedini mungkin dalam proses perencanaan dan desain, termasuk bahaya dan risiko psikososial. Cara terbaik dan paling efektif untuk mengendalikan ini adalah pada sumbernya, yaitu dengan mengganti metode kerja saat ini dengan alternatif yang kurang berbahaya.

Langkah-langkah pengendalian desain kerja berikut dapat mengurangi risiko bahaya psikososial terkait pekerjaan:
  • Definisikan pekerjaan dengan jelas, termasuk area yang tumpang tindih atau area abu-abu dan potensi konflik, dan dapatkan umpan balik secara reguler dari pekerja tentang peran dan tanggung jawab mereka,
  • Menyediakan pekerja dengan sumber daya, informasi dan pelatihan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dengan aman dan efektif,
  • Meninjau dan memantau  beban kerja dan tingkat kepegawaian untuk mengurangi jam kerja dan beban kerja yang berlebihan, dan potensi distribusi pekerjaan yang tidak adil,
  • Menyediakan komunikasi yang efektif di seluruh perubahan tempat kerja, termasuk restrukturisasi atau perampingan.
  • Bahaya fisik yang berkontribusi terhadap risiko psikososial harus dikendalikan melalui isolasi dan kontrol teknik yang relevan; misalnya, penggunaan penghalang fisik untuk membantu mengendalikan risiko kekerasan di tempat kerja.
Sistem kerja yang aman
Perusahaan memiliki kewajiban kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam rangka menyediakan sistem kerja yang aman dan selamat di mana pekerja sedapat mungkin tidak terpapar bahaya di lingkungan kerja, termasuk bahaya psikososial.

Sistem kerja yang aman adalah berupa aturan, kebijakan, prosedur, dan praktik kerja perusahaan yang harus dikembangkan dan diikuti untuk memastikan pekerja dan rekan kerjanya  tidak dirugikan oleh risiko psikososial yang tersisa (residual). Sistem kerja dapat mencakup daftar, jam kerja, rotasi tugas dan waktu istirahat untuk memungkinkan kesempatan untuk istirahat dan pemulihan, standar dan prosedur untuk mengelola tugas-tugas berbahaya, dan kebijakan dan prosedur untuk mengelola perilaku di tempat kerja (seperti intimidasi dan pelecehan) atau kode etik atau Golden Rules perusahaan.

Sistem kerja yang aman harus dikembangkan melalui konsultasi dengan pekerja dan ditinjau setiap kali ada perubahan pada aktivitas kerja untuk memastikan sistem kerja tetap sesuai.

Komunikasi dan konsultasi
Komunikasi yang efektif membutuhkan keterlibatan, tindakan, dan umpan balik yang konsisten dari manajemen untuk mengatasi masalah tenaga kerja. Ini berarti berbagi informasi dengan pekerja dan memberi mereka kesempatan yang wajar untuk mengekspresikan pandangan mereka tentang masalah keselamatan dan kesehatan yang dapat mempengaruhi mereka.

Konsultasi dengan pekerja dan perwakilan keselamatan dan kesehatan penting pada setiap langkah proses manajemen risiko dan merupakan persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan memanfaatkan pengalaman, pengetahuan, dan gagasan pekerja, kemungkinan besar bahaya psikososial dan faktor risiko akan diidentifikasi dan kontrol yang efektif dapat dipilih dan diimplementasikan. Partisipasi pekerja di seluruh proses dapat mengarah pada peningkatan dukungan dan pemahaman ketika strategi diterapkan. Contoh strategi untuk mendorong komunikasi dan pelaporan meliputi:
  • Pemodelan perilaku dan nilai yang diinginkan oleh manajer dan supervisor
  • Secara aktif mendorong pekerja untuk memberikan umpan balik
  • Berkonsultasi dengan pekerja tentang pembaruan dan perubahan tempat kerja
  • Secara proaktif terlibat dan berkonsultasi dengan perwakilan keselamatan dan kesehatan dalam berbagi informasi dan ide
  • Responsif terhadap laporan pekerja
  • Memberdayakan budaya yang aman, mendukung, dan belajar. Memeriksa secara teratur dengan pekerja
  • Menjaga kerahasiaan. 
Contoh kegiatan untuk mendukung komunikasi dan konsultasi yang efektif meliputi:
  • Memiliki agenda tetap atau item diskusi tentang bahaya psikososial pada pertemuan P2K3 atau Komite Keselamatan Pertambangan, rapat tim, dan rapat tool-box
  • Memberikan pembaruan rutin kepada tenaga kerja (misalnya siaran email, buletin).
Informasi dan pelatihan
Perusahaan harus memberikan informasi, pelatihan, instruksi atau pengawasan yang memadai dan sesuai kepada pekerja (termasuk supervisor dan manajer) yang berkenaan dengan dan mencakup hal di bawah ini:
  • Sifat pekerjaan dan tugas yang harus dilakukan oleh pekerja
  • Bahaya psikososial dan risiko yang terkait dengan pekerjaan
  • Langkah-langkah pengendalian yang diperlukan termasuk sistem kerja yang aman dan bagaimana mematuhinya
  • Bagaimana pekerja harus melaporkan dan merespons jika masalah atau risiko muncul.
Pimpinan unit kerja  harus memastikan informasi, pelatihan dan instruksi mudah dipahami oleh siapa pun yang diberikan kepadanya. Ketidakpastian tentang bagaimana melaksanakan tugas-tugas baru dengan aman dan efisien, penggunaan teknologi baru, tugas-tugas yang mungkin tidak dilakukan selama beberapa waktu atau dilakukan selama keadaan darurat, dan tempat kerja yang tidak dikenal, adalah bahaya psikososial yang relatif umum. Memberikan informasi, pelatihan, instruksi dan pengawasan yang memadai dan tepat waktu sangat penting untuk  pekerjaan yang memiliki risiko psikososial yang melekat (misalnya risiko kekerasan yang mungkin dihadapi  first responder).

Pelatihan dan pendidikan mungkin diperlukan pula untuk kepemimpinan, serta mereka yang memiliki tanggung jawab manajemen dan pengawasan, untuk memastikan bahwa mereka kompeten untuk secara efektif mencegah dan mengelola bahaya psikososial dan faktor risiko di tempat kerja. 

Hindari kata “hati-hati” dalam memberi arahan atau instruksi kerja, karena akan multi tafsir. Hal ini sama halnya dengan seorang Chef memberi resep masakan dengan mengatakan “….tambahkan garam secukupnya”. Hanya mereka, Emak-Emak, Bapak-Bapak, Akang, Teteh, yang hobi masak yang tahu seberapa banyak garam secukupnya tersebut. Cukup “dicubit” atau perlu sendok teh mengambil garamnya.

Eka Sumarna*
Praktisi Keselamatan Pertambangan