Tfz9BSAlTfr7TSGlTUM5TfAlGA==

Manajemen Keadaan Darurat: Identifikasi, Pencegahan, dan Kesiapan Tanggap

 

Safety Sharing Session

Bogor- Manajemen keadaan darurat memerlukan tiga tahap utama, yaitu identifikasi potensi keadaan darurat, pencegahan keadaan darurat, dan kesiapan tanggap darurat. 

Demikian diungkapkan oleh Eko Gunarto Pengawas APKPI dalam APKPI Safety Sharing Session Batch LX secara daring 04 Oktober 2023.

Kegiatan dengan tema dengan tema “Manajemen Keadaan Darurat” tersebut di hadiri oleh Dewan Penasehat APKPI , Dewan Pengurus Pusat dan Dewan Pengurus Wilayah APKPI serta ASN di Kementrian ASN. 

“Tahap pertama adalah mengidentifikasi potensi keadaan darurat yang mungkin terjadi. Jika tahap ini gagal, manajemen keadaan darurat kita akan bermasalah sejak awal,” kata Eko Gunarto.  

Ia menambahkan setelah potensi keadaan darurat teridentifikasi, langkah kedua adalah mencegah agar keadaan darurat tidak terjadi. Peran keselamatan pertambangan adalah mencegah kejadian tersebut. Jika ada kekhawatiran bahwa pencegahan tidak efektif, tahap ketiga adalah kesiapan tanggap darurat, yang melibatkan tim, peralatan, dan sumber daya yang siap untuk menangani keadaan darurat jika terjadi. Tahap ini sangat penting. Ada juga tahap keempat, yaitu tanggap darurat yang melibatkan pertolongan pertama dan tahap terakhir adalah pemulihan keadaan darurat sehingga aktivitas normal dapat dilanjutkan.

“Kita sering melihat di lapangan kesiapsiagaannya yang lemah. Ini yang sering terjadi sekian tahun yang lalu dan mudah-mudahan sekarang tidak terjadi lagi,” ujar Eko Gunarto. 

Salah satu narasumber yang hadir dalam kegiatan tersebut, Koord, ER & SS PT Berau Coal Nyoman Arya Ananta W menjelaskan bahwa yang mereka lihat adalah mode kebakaran, penanganan bencana alam, korban tumpahan minyak, dan lain-lain. 

“Jadi kita perlu melakukan pelaksanaan atau implementasi perusahaan dalam menghadapi kendala,” kata Nyoman Arya Ananta W. 

Menurut dia perusahaan harus memiliki setiap sistem manajemen keadaan darurat atau bencana secara efektif dari sisi perencanaan, organisasi, dan pengendalian. Jadi, persiapan manajemen keadaan darurat yang mengidentifikasi semua bahaya sangat dibutuhkan, mengingat pelaksanaan manajemen keadaan darurat atau bencana yang efektif dalam suatu perusahaan adalah untuk menjamin keselamatan karyawan dan kelangsungan usaha. 

Ada hal yang sangat penting, oleh karena itu, KEPDIRJEN MINERBA 185 tahun 2019 petunjuk teknis pelaksanaan keselamatan pertambangan dan pelaksanaan, penilaian, dan pelaporan sistem manajemen keselamatan pertambangan mineral dan batubara. Selain itu juga prosedur internal yaitu prosedur PT Berau Coal P-ERG-01: prosedur penanganan bencana, prosedur PT. Berau Coal P-ERG-02: prosedur kemampuan darurat. 

“Tujuan manajemen keadaan darurat adalah meminimalkan kerugian yang ditimbulkan baik material maupun korban manusia jika terjadi suatu keadaan darurat, membentuk tim yang bertanggung jawab untuk menanggulangi suatu keadaan darurat dan memastikan kemampuan di setiap personilnya,” tambah Nyoman.

Ia juga mentyampaikan tahapan manajemen keadaan darurat yang dimaksud yaitu pertama tahap penentuan (prevention), yang kedua tahap persiapan (preparation), yang ketiga tahap tindakan (response), yang keempat tahap pemulihan (recovery). 

Ada 5 elemen dasar manajemen darurat menurut Nyoman yaitu pertama penentuan dan penilaian potensi keadaan darurat, yang kedua upaya pencegahan keadaan darurat, yang ketiga kemampuan darurat, yang keempat respon keadaan darurat, dan yang kelima pemulihan keadaan darurat."

Di PT Berau Coal, kata Nyoman identifikasi dan penilaian potensi keadaan darurat selalu diperbarui setiap tahun. Pembaharuan juga harus mempertimbangkan tingkat keparahan, tingkat kerugian, dan pengaruh citra Perusahaan di PT Berau Coal. 

“Kami telah mengimplementasikan langkah-langkah ini kepada mitra kerja kami, serta bekerjasama dalam identifikasi risiko yang terbagi menjadi tiga tingkat, yaitu level rendah, level sedang, dan level tinggi,” ujarnya.

Pencegahan keadaan darurat menurutnya dimulai dengan hirarki pengendalian bahaya. Manajer departemen atau kepala PJO mitra kerja bertanggung jawab untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko dalam pekerjaan mereka, serta cara mengendalikannya. Langkah pertama adalah hirarki pengendalian bahaya.

Mereka juga melakukan tiga tahap inspeksi yang harus dilakukan. Inspeksi dilakukan secara harian, mingguan, dan bulanan terhadap peralatan yang digunakan saat merespon tingkat risiko darurat. Inspeksi ini mencakup peralatan tanggap darurat yang memerlukan pengujian dan perawatan mingguan dan bulanan, serta pemeriksaan keseluruhan oleh mekanik yang ahli.

Kesiapsiagaan keadaan darurat melibatkan deteksi dini, sistem komunikasi, penyediaan sumber daya, pelatihan, perencanaan darurat, simulasi, dan pemulihan. Pembentukan tim pemulihan menjadi langkah pertama, diikuti oleh pembersihan lokasi, investigasi, penilaian kerugian, pelaporan, dan alokasi sumber daya yang terlibat.

Narasumber lainnya, Specialist Rescue & Emergency Response PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA), Widyaprastha Setiahadi, ST pada kesempatan yang sama menambahkan kalau  saat keadaan darurat terjadi, maka respon atau tindakan keadaan darurat (response) menjadi kunci, dan yang paling penting adalah fase setelah keadaan darurat, yaitu pemulihan keadaan (recovery). 

Pada fase identifikasi potensi keadaan darurat kata Widyaprastha, baik faktor internal kegiatan maupun faktor eksternal perlu dipertimbangkan dengan memperhatikan tingkat keparahan, kerugian, pengaruh terhadap operasi, keterlibatan sumber daya, dan dampak terhadap citra perusahaan.

BUMA kata dia telah melakukan identifikasi pada kegiatan berisiko tinggi yang berpotensi menyebabkan kecelakaan fatal. Contohnya adalah CoP bekerja dekat air, CoP bekerja di ketinggian, CoP bekerja di ruang terbatas, CoP isolasi LOTO, CoP bekerja di dekat dinding galian yang mudah longsor, CoP keselamatan pekerjaan listrik, CoP keselamatan pengangkatan beban, CoP penanganan dan penggunaan bahan peledak, serta CoP pengoperasian kendaraan dan alat bergerak. Setiap BUMA memiliki CoP dengan proses dan karakteristik yang sesuai dengan area kerjanya masing-masing untuk perencanaan penanganan potensi keadaan darurat yang mungkin terjadi.

Dalam upaya pencegahan keadaan darurat, BUMA juga telah mengintegrasikan komitmen dalam manajemen keadaan darurat ke dalam kebijakan KPLH. Beberapa prosedur kerja telah disusun, termasuk SOP pengelolaan darurat, persyaratan organisasi tanggap darurat, peralatan emergency, dan ruang kendali. Selain itu, program inspeksi dan perawatan berkala untuk perlengkapan emergency juga dilaksanakan secara rutin.

“Kami tetap berkolaborasi dan bersinergi dengan mengikuti ketentuan dari pelanggan kami. Kami juga selalu mematuhi kebijakan dan aturan tata laksana yang berlaku di area tersebut dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan keadaan darurat.

Oleh sebab itu menurutnya BUMA memiliki personil, fasilitas, bahan, peralatan, dan prosedur yang telah disiapkan yang mencakup juga pengendalian dan koordinasi operasi pertolongan dalam keadaan darurat, perangkat radio lapangan dan operator untuk memastikan proses informasi terkait kesadaran darurat berjalan dengan cepat, peta area tambang BUMA untuk perencanaan respon keadaan darurat, serta dukungan dari GSM, internet, dan CCTV di semua area kerja.

“Kami juga memiliki kontak darurat internal dan eksternal yang selalu diperbarui secara berkala. Terakhir, dalam pemulihan keadaan darurat, membentuk tim pemulihan yang melibatkan koordinator tanggap darurat, pembersihan lokasi, operasi pemulihan, investigasi untuk memahami penyebab keadaan darurat, perkiraan kerugian, serta penyusunan laporan pemulihan pasca keadaan darurat yang mencakup kronologi kejadian, data teknis, fakta-fakta lapangan, analisis kejadian, dan kesimpulan,” tambahnya.

Narasumber lainnya, yaitu Fire Emergency Specialist PT Vale Indonesia, Koesharjanto menyampaikan bahwa filter terakhir dari Layer OF Protection menekan dampak keparahan pada jiwa, lingkungan, asset dan proses bisnis. Area supervisor memiliki tanggung jawab agar semua karyawan dibawahnya dapat selamat bekerja. 

“Pasti disini ada tahapan pencegahannya dimana tahapan penjegahan itu mencapai aktif proteksi, kebanyakan teman-teman sibuk dengan prevention saja padahal mitigasi adalah salah satu unsur pencegahan dari suatu layer of protection. Ibarat sebuah teko yang akan meletup, maka dibutuhkan juru masak yang pandai mematikan kompor. Disini sebenrnya area supervisor agar kita semua dapat bekerja dengan aman,” kata Koesharjanto.

Menurutnya setiap karyawan yang baru masuk harus mengikuti training emergency. Sebab para karyawan bertanggung jawab terhadap tindakan awal sebelum tanggap darurat datang. 

Type above and press Enter to search.