Tfz9BSAlTfr7TSGlTUM5TfAlGA==

HAPIJIRA : Manajemen Risiko di Dalam Indikator Penilaian Kinerja Keselamatan Pertambangan

 

HAPIJIRA

 Grafis & Text : Eka Sumarna*

Program manajemen risiko membantu perusahaan mempertimbangkan seluruh risiko yang dihadapinya. Manajemen risiko juga mengkaji hubungan antara berbagai jenis risiko bisnis dan dampaknya terhadap tujuan strategis perusahaan.

Kita tidak mengelola risiko sehingga kita tidak mempunyai risiko. Kita mengelola risiko sehingga kita tahu risiko mana yang pantas diambil, risiko mana yang akan membawa kita mencapai tujuan, risiko mana yang memiliki cukup keuntungan untuk diambil. Risiko yang membawa perusahaan mencapai tujuan adalah disebut sebagai risiko positif atau “Peluang/Opportunity

Program manajemen risiko harus dijalin dengan strategi perusahaan. Untuk menghubungkan keduanya, para pemimpin manajemen risiko harus terlebih dahulu menentukan selera risiko perusahaan – misalnya, jumlah risiko yang bersedia diterima untuk mewujudkan tujuannya. Beberapa risiko akan sesuai dengan selera risiko dan diterima tanpa diperlukan tindakan lebih lanjut. Dampak lainnya akan dikurangi untuk mengurangi potensi dampak negatifnya, dibagikan atau dialihkan kepada pihak lain, atau dihindari sama sekali.

Manajemen risiko di dalam Regulasi

  • Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik, pada Lampiran I, Tugas dan tanggung jawab KTT melaksanakan manajemen risiko pada setiap proses bisnis dan subproses kegiatan pertambangan.
  • Pada Lampiran III. A Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan dan Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral dan Batubara meliputi: Keselamatan Kerja Pertambangan dan Pengolahan dan/atau Pemurnian mencakup:  Manajemen Risiko.
  • Kep Dirjen Minerba KESDM No. 185.K/2019 Huruf D, bahwa Keselamatan Pertambangan mencakup salah satunya adalah manajemen risiko. Hasil manajemen risiko terhadap seluruh proses, kegiatan, dan area kerja menjadi pertimbangan di dalam membuat program Keselamatan Kerja.
  • Kep Dirjen Minerba KESDM No. 10.K/2023, Item Pengukuran Indikator Tingkat Kinerja No. 1.2.4, bahwa tim manajemen risiko keselamatan pertambangan ditunjuk secara formal oleh perusahaan. Jadi jika belum ada Tim yang ditunjuk secara formal, harusnya skor bertengger pada Rubrik No. 1.
  • Kep Dirjen Minerba KESDM No. 10.K/2023, Item Pengukuran Indikator Tingkat Kinerja No.1.2.4 Tim Manajemen Risiko KP beranggotakan Bagian K3 dan Bagian KO serta perwakilan seluruh Bagian Operasional. Interpretasi saya pada kalimat ini bahwa Bagian K3 dan Bagian KO atau kalau disatukan menjadi Bagian KP adalah struktural terpisah dari departemen operasional, namun pada prakteknya ada opsi memisahkan bagian KO menjadi fungsional di bagian Operasional. Status fungsional ini diverifikasi dengan dibuatkan Surat Keputusan Direksi menunjuk Bagian KO yang dikepalai manager bagian operasional. Saudara kembarnya K3 dibuatkan juga SK Bagian K3 dikepalai oleh HSE Dept Head. Alasan yang diberikan biasanya KO (Keselamatan Operasional) melekat di operasional. Tidak ada orang dibagian HSE yang kompeten melakukan kegiatan operasional. Ngomong ngomong soal melekat, mbok ya diajak juga K3 nya. Katanya K3 menjadi tanggung jawab setiap orang.
  • Kep Dirjen Minerba KESDM No. 10.K/2023, Item Pengukuran Indikator Tingkat Kinerja No. 1.2.6 Pengawas melibatkan seluruh anggota dalam proses Manajemen Risiko aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya.  Di lapangan hampir pasti proses Manajemen Risiko dimaknai dengan IBPR atau HIRADC. Di banyak perusahaan ini Pengawas tidak melibatkan seluruh anggotanya, bahkan ada yang “single fighter” menyusun IBPR secara “desktop”.
HAPIJIRA

Di dalam SMKP Elemen 2 Perencanaan disebutkan bahwa Manajemen Risiko meliputi 5 (lima) kegiatan, terdiri atas:
  • komunikasi dan konsultasi
  • Penetapan konteks risiko
  • Identifikasi bahaya
  • Penilaian dan pengendalian risiko dan
  • Pemantauan dan peninjauan risiko
Jadi sebetulnya banyak kesempatan para pengawas melibatkan anggotanya dalam proses manajemen risiko.
  • Kep Dirjen Minerba KESDM No. 10.K/2023, Item Pengukuran Indikator Tingkat Kinerja No. 2.2.21 KTT ikut berperan dalam tahap perencanaan, komunikasi dan konsultasi, pelaksanaan, dan pemantauan dan peninjauan manajemen risiko KP, serta menindaklanjuti hasil evaluasi untuk peningkatan berkelanjutan.
  • Kep Dirjen Minerba KESDM No. 10.K/2023, Item Pengukuran Indikator Tingkat Kinerja No. 2.2.26 Seluruh Pimpinan Departemen/Bagian/Seksi terlibat secara formal dalam tim manajemen risiko untuk manajemen risiko seluruh aktivitas yang terdapat di dalam departemen tersebut dan aktivitas lain yang terkait. Sekali lagi, ini keterlibataan di dalam tim manajemen risiko perusahaan, dapat dikatakan para Pimpinan Departmen tersebut disebut sebagai “Risk Owner” di departemen masing-masing.
  • Kep Dirjen Minerba KESDM No. 10.K/2023, Item Pengukuran Indikator Tingkat Kinerja No. 2.2.27 Seluruh Pimpinan Departemen/Bagian/Seksi mampu memberikan informasi dan dukungan yang tepat, saling mentransfer dan menyelaraskan pemahaman dan mampu berkolaborasi dalam tim untuk mencapai tujuan manajemen risiko KP lingkup organisasi.
  • Kep Dirjen Minerba KESDM No. 10.K/2023, Item Pengukuran Indikator Tingkat Kinerja No. 2.2.30 Pengawas Operasional terlibat secara formal dalam tim manajemen risiko untuk manajemen risiko aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya dan aktivitas lain yang terkait, dapat dikatakan para Pengawas Operasional disebut sebagai “Risk Champion” di departemen masing-masing.
  • Kep Dirjen Minerba KESDM No. 10.K/2023, Item Pengukuran Indikator Tingkat Kinerja No. 2.2.31 seluruh Pengawas Operasional mampu memberikan informasi dan dukungan yang tepat, saling mentransfer dan menyelaraskan pemahaman dan mampu berkolaborasi dalam tim untuk mencapai tujuan manajemen risiko KP lingkup organisasi.
  • Kep Dirjen Minerba KESDM No. 10.K/2023, Item Pengukuran Indikator Tingkat Kinerja No. 4.1.1 Perusahaan mengelola Risiko KP untuk menunjang kinerja operasional yang konsisten handal di berbagai kondisi. Penetapan risk appetite bersifat dinamis mengikuti kondisi internal dan eksternal perusahaan di hari ini dan hasil forecast kondisi masa mendatang. Bagi yang selama ini hanya mengenal IBPR, istilah risk appetite terbilang aneh. Ketentuannya adalah risk appetite ditetap oleh perusahaan. Silakan nilai sendiri skor anda di rubik mana
  • Kep Dirjen Minerba KESDM No. 10.K/2023, Item Pengukuran Indikator Tingkat Kinerja No. 4.1.2 Perusahaan telah mengembangkan indikator risiko utama (key risk indicators) sebagai sistem peringatan dini (early warning system) di seluruh organisasi, telah terdapat perencanaan cadangan/alternatif/darurat (contingency planning) dalam berbagai skenario operasional.  Metode manajemen risiko secara terus menerus dikembangkan mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tiap individu memiliki peran dalam pengendalian. Sampai di “Key Risk Indicator” atau indikator risiko utama biasanya perusahaan dapat menyampaikan buktinya, sebagai Top Risk perusahaan, namun sayang bukti pengembangannya tidak ada, selain dari hasil brainstorming para pimpinan departemen atau hasil kreativitas bagian HSE saja. Sedangkan berkenaan dengan early warning system dan contingency planning adalah siklus lanjutan dari manajemen risiko, jika digambarkan, mungkin, seperti gambar berikut:
HAPIJIRA

  • Kep Dirjen Minerba KESDM No. 10.K/2023, Item Pengukuran Indikator Tingkat Kinerja No. 4.1.3 Ruang Lingkup Manajemen Risiko. Manajemen risiko untuk memenuhi target yang ditetapkan pada rencana yang sudah dibuat dan mencegah kerugian dari model operasional saat ini dan perubahan yang akan dilakukan dalam jangka pendek. Tiap individu memiliki peran dalam pengendalian Manajemen risiko dilakukan berdasarkan perencanaan kerja yang adaptif dengan terus menerus mencari kemungkinan terjadinya risiko baru yang tidak terdeteksi untuk rencana operasional di masa mendatang baik jangka pendek maupun panjang.
Berdasarkan ISO 31000, risiko adalah ketidakpastian yang berdampak pada pencapaian sasaran. Definisi risiko dapat diperluas menjadi hal-hal apa saja yang menghambat pencapaian sasaran. Risiko sebagai dua sisi mata uang. Risiko dapat menjadi sumber peluang sekaligus sumber kerugian. Manajemen risiko adalah upaya memaksimalkan peluang dan meminimalkan konsekuensi negatif.

HAPIJIRA

Risk & Opportunity Assessment Dasar:
Penilaian risiko baseline dilakukan untuk mengidentifikasi Risiko dan Peluang yang pertama kali terjadi. Berdasarkan hasil penilaian risiko baseline, aspek atau permasalahan tertentu akan ditonjolkan. Penilaian risiko baseline harus ditinjau ulang pada waktu shutdown yang direncanakan untuk merevisi profil baseline sehingga dapat mengurangi risiko dan meningkatkan peluang dalam suatu perusahaan.

Penilaian Risiko Berbasis Masalah:
Penilaian risiko berbasis masalah akan dilakukan karena aspek atau masalah yang menonjol, terjadinya proses baru, pemasangan mesin baru, atau penilaian bahaya yang sedang berlangsung dalam suatu organisasi.

Penilaian Risiko Berkelanjutan:
Penilaian risiko yang berkelanjutan merupakan bagian dari semua inspeksi dan observasi yang dilakukan secara rutin.

Apa itu Risk Appetite dan Risk Tolerance di Perusahaan?
Dalam rangka mewujudkan visi, misi, layanan, dan sasaran-sasaran perusahaan yang telah ditetapkan, perusahaan perlu menetapkan kriteria yang jelas terkait keberterimaan risiko (risk acceptance criteria) sebagai wujud komitmen perusahaan terhadap pengelolaan risiko secara efektif.  Kriteria keberterimaan risiko mencakup kebijakan mengenai risk appetite dan risk tolerance perusahaan. Risk appetite lazimnya didefinisikan sebagai jenis dan tingkat risiko yang dapat diterima Perusahaan dalam upaya mewujudkan sasaran-sasaran perusahaan baik yang tertuang dalam kontrak manajemen maupun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). Adapun risk tolerance didefinisikan sebagai tingkat toleransi risiko yang dapat diterima dalam kaitannya dengan risk appetite. Dengan demikian toleransi risiko dapat dijelaskan sebagai rentang toleransi terhadap target level perusahaan.

Risk Tolerance merujuk pada tingkat toleransi tertinggi dan atau terendah terhadap besaran deviasi dari berbagai ukuran yang tertuang di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). Tingkat toleransi ini dijabarkan dalam bentuk Matriks Eksposur Risiko (Risk Exposure Matrix) dan Kriteria Risiko (Risk Criteria). Kriteria risiko dan matriks eksposur risiko dapat ditinjau sewaktu-waktu apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor eksternal dan internal perusahaan yang berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan RKAP.

Dengan demikian, risk appetite dan risk tolerance merupakan sikap atau pendirian perusahaan terhadap seluruh jenis risiko yang dimiliki perusahaan. Dengan menempatkan jenis-jenis risiko tersebut ke dalam zona selera risiko yang berbeda-beda misalnya sangat rendah, rendah, menengah, dan tinggi perusahaan menegaskan pendiriannya mengenai jenis-jenis risiko yang dihadapinya terkait dengan pencapaian dan sasaran KPI perusahaan. 

Contoh diagram Risk Appetite.
HAPIJIRA

Komitmen perusahaan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja sangat tinggi. Zero fatality dan Zero Illness selalu dicanangkan di dalam setiap penyusunan TSP, artinya perusahaan semaksimal mungkin tidak ingin risiko fatality atau PAK terjadi, dan tidak ingin berspekulatif. Selera risiko perusahaan terhadap fatality mungkin saja bergeser, jika menganggap kematian suatu takdir. Perusahaan mengambil keputusan berisiko tinggi, berharap mendapat keuntungan yang sangat tinggi. Karena tidak ada masalah dengan finansial, perusahaan mengambil risiko, jika ada kematian tinggal dikompensasi dengan “uang kematian”.
Strategi dalam menanggapi risiko yang teridentifikasi. Yaitu:
  • Hindari (Avoid) — berusaha menghilangkan ketidakpastian.
  • Transfer (transfer)— menyerahkan kepemilikan dan/atau kewajiban kepada pihak ketiga
  • Mengurangi (Mitigate) — mengurangi probabilitas dan/atau tingkat keparahan risiko di bawah ambang penerimaan.
  • Menerima (Accept) — mengenali risiko residual dan merancang tanggapan untuk mengendalikan dan memantaunya.
Sebagai penutup, dalam pengelolaan risiko (Risk Management) sudah saatnya naik tingkat, dari hanya sekedar “paperwork” IBPR atau HIRADC menuju “The real risk management” yang memili tiga pilar, yaitu Prinsip, Kerangka Kerja, dan Proses Manajemen Risiko, jika ingin mengadopsi ISO 45001, maka tambahkan Peluang/Opportunity di dalam tiga pilar tersebut, sehingga menjadi Risk & Opportunity Management.

*) Penulis adalah Praktisi Keselamatan Pertambangan