Tfz9BSAlTfr7TSGlTUM5TfAlGA==

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan Pekerja: Bahaya dan Upaya Pencegahan di Berbagai Sektor

Safety Sharing Session


Bogor - Perubahan iklim yang terjadi telah menyebabkan pergeseran cuaca secara signifikan cuaca di berbagai daerah. Bahkan di lokasi tambang yang dulunya dikenal dengan udara sejuknya, sekarang mulai mencemaskan antara lain kekeringan, kebakaran hutan, pasang surut air laut, banjir, kelangkaan air dan lain sebagainya. 

Hal tersebut terungkap pada APKPI Safety Sharing Session Batch LXII secara daring, pada Rabu, 18 Oktober 2023.  Kegiatan rutin APKPI tersebut kali ini mengambil tema “Dampak Kesehatan dan Pencegahan Paparan Tekanan Panas Akibat Perubahan Iklim di Lapangan”.  

Selain dampak-dampak yang disebutkan di atas, para ahli juga mengukapkan bahwa perubahan iklim juga telah menyebabkan pencairan es di kutub utara. Perubahan suhu yang semakin meningkat juga telah turut mengubah lanskap lingkungan serta berdampak  pada kesehatan umat manusia. Sementara serangan badai dahsyat pun menjadi topik pembicaraan sehari-hari. 

“Misalnya penyakit diabetes, penyakit ginjal dan gangguan tidur, mungkin juga fatique. Karena itu penting sekali bagi kita untuk melakukan mitigasi dan pencegahan pada perusahaan pertambangan umumnya maupun di tempat kerja non pertambangan, ujar  Sekretaris Jendral APKPI, Kata Ade Kurniawan ketika memberikan sambutan dalam kegiatan tersebut.

Berkenaan dengan tema tersebut di atas, APKPI menghadirkan beberapa narasumber antara lain praktisi Kesehatan Kerja dr. Fani Syahfani, M.KK., Spok, yang menjelaskan 5 W + 1 H Heat Stress. Heat Stress adalah kondisi di mana tubuh tidak mampu menjaga suhu tubuh dalam batas normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi Heat Stress termasuk suhu tinggi, kelembaban, paparan sinar matahari langsung, gerakan atau aliran darah yang terbatas, kerja fisik yang berat, panas metabolisme tubuh, dan tingkat aklimatisasi.

Proses metabolisme tubuh yang dipengaruhi oleh paparan panas di lingkungan kerja dapat menyebabkan berbagai kondisi, mulai dari heat cramps (kejang otot) hingga heat exhaustion (kelelahan akibat panas) dan heat stroke (kondisi berbahaya akibat panas).

Selain itu, kita perlu mempertimbangkan Where (tempat) dan Who (siapa) terkait Heat Stress. Heat Stress terjadi ketika tubuh pekerja terpapar panas saat beraktivitas. Dalam upaya untuk menjaga suhu tubuh normal (36-37,5°C), tubuh akan merespons dengan mengeluarkan keringat, mengalirkan darah lebih banyak ke kulit, dan memompa darah ke kulit bagian luar. Ketika suhu dan kelembaban sangat tinggi, keringat tidak dapat menguap dengan baik, dan tubuh gagal menjaga suhu internalnya. Ini dapat mengakibatkan heat cramps, heat exhaustion, dan heat stroke.

Selanjutnya, kita perlu mengetahui When (kapan) kondisi Heat Stress, Heat Cramps, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke bisa terjadi. Heat Stress bisa mengakibatkan heat cramps, heat exhaustion, dan heat stroke saat proses metabolisme tubuh terganggu akibat paparan panas di lingkungan kerja. 

Heat Cramps adalah kejang otot yang dapat terjadi karena ketidakseimbangan cairan dan garam selama kerja fisik berat di lingkungan panas. Heat Exhaustion adalah kelelahan akibat kurangnya cairan tubuh saat keringat melebihi asupan cairan selama terpapar panas. Heat Stroke adalah kondisi serius ketika suhu tubuh meningkat secara drastis, dan ini bisa mengakibatkan dehidrasi.

Untuk penanganan awal Heat Stroke, langkah pertolongan pertama meliputi segera menghubungi petugas medis, membawa korban ke tempat yang sejuk dan teduh, melepaskan pakaian pelindung, dan menurunkan suhu tubuh korban dengan selimut pendingin.

Sementara itu dr. Heru Hermawan, seorang Specialist Occupational Health dan Hygiene dari PT Bukit Makmur Mandiri Utama, menjelaskan tentang upaya pencegahan dan mitigasi akibat cuaca panas di lingkungan kerja, terutama di wilayah Indonesia yang mengalami musim kemarau. Upaya ini mencakup faktor-faktor seperti pengetahuan pekerja, kondisi khusus pekerja, keberadaan toilet, shelter, pakaian kerja, alat pelindung diri (APD), dan penyediaan air minum.

Selain itu, bahaya K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) melibatkan aspek fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial. Faktor-faktor ini dapat berkontribusi pada risiko kesehatan akibat cuaca panas dan lingkungan kerja, termasuk dehidrasi, cedera/penyakit akibat panas, gangguan pernafasan, dan gangguan lainnya.

Untuk mengatasi risiko tersebut, perlu dilakukan identifikasi tekanan panas, program kesehatan kerja, dan berbagai upaya kesehatan lingkungan seperti pengukuran, kepemimpinan, dan kebijakan yang dapat mengurangi risiko terhadap pekerja.

Sementara itu dr. Rachmad Wishnu Hidayat, SpKO, dari PT Prodia Widyahusada, Tbk, menyoroti potensi bahaya dilihat dari aspek K3, termasuk dampak fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial pada kesehatan pekerja.

Resiko kesehatan akibat cuaca panas dan lingkungan panas meliputi dehidrasi, cedera atau penyakit akibat panas seperti heat exhaustion, heat cramp, heat stroke, serta gangguan pernafasan akibat kualitas udara buruk yang dipengaruhi oleh cuaca panas. Kondisi ini bisa memicu berbagai keluhan seperti sakit kepala, infeksi saluran pernapasan, sakit mata, demam tinggi, dehidrasi, dan heat stroke. Terapi untuk cedera kram otot melibatkan meregangkan otot, pemijatan, penggunaan obat krim tertentu, dan konsumsi cairan.

Upaya pencegahan termasuk tindakan seperti pengaturan shift kerja, penyediaan air minum, penyediaan toilet, penyuluhan, pemeriksaan berkala, dan evaluasi. Juga penting untuk memantau faktor-faktor seperti berat badan, warna urine, denyut nadi, dan perilaku yang memengaruhi toleransi terhadap panas.

Type above and press Enter to search.