Bogor - Indonesia mengeluarkan sebuah
terobosan penting dalam dunia keselamatan pertambangan dengan menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 tahun 2021.
PP ini mengatur usaha berbasis risiko
dengan fokus pada identifikasi kegiatan, penilaian bahaya, hingga penetapan
perizinan. Peraturan ini membawa angin segar dalam upaya meningkatkan
keselamatan dalam industri pertambangan.
Hal tersebut diangkat kembali dalam acara "APKPI Safety Sharing Session Batch
LV" dengan tema "Manajemen Risiko Keselamatan Pertambangan,"
yang dilaksanakan secara daring pada Rabu, 30 Agustus 2023.
“PP 5 tahun 2021 tidak hanya mengatur
tahapan pertambangan dan risiko yang ada, tetapi juga memasukkan regulasi untuk
tambang rakyat,” ujar Pengawas APKPI, Eko Gunarto saat menyampaikan open speech-nya
di acara tersebut.
Ia
menambahkan bahwa pemerintah tidak hanya berhenti pada regulasi itu saja, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga melangkah lebih jauh dengan
menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) No. 5 tanggal 1 April 2021 yang mengatur
tentang risiko.
“Ini mengindikasikan bahwa perbincangan
tentang manajemen risiko telah berlangsung selama lebih dari 19 tahun,
menunjukkan bahwa keselamatan adalah hal yang tidak boleh diabaikan,” kata Eko.
Dalam konteks keselamatan pertambangan, (Safety Departement Head Instansi PT Adaro
Energy Indonesia (TBK), Agung Nugroho berbicara tentang lima pilar utama yang
mereka terapkan, yaitu penumbuhan kepemimpinan, pemenuhan kompetensi karyawan,
pelaksanaan sistem manajemen, identifikasi risiko, dan perlakuan risiko.
Agung menjelaskan bahwa Adaro berkomitmen
untuk mencetak pemimpin yang mampu membawa nilai-nilai budaya keselamatan di PT
Adaro, yang pada gilirannya mendukung visi perusahaan. Pemenuhan kompetensi
karyawan diwujudkan melalui pendekatan edukasi, pelatihan, coaching, dan mentoring.
Dalam sistem manajemen memberikan arahan
yang jelas tentang pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mulai dari
komitmen hingga disiplin operasional. Adaro juga dikenal memiliki semesta
risiko dengan 29 jenis risiko yang telah diidentifikasi. Risiko utama dalam K3
adalah risiko yang berpotensi menyebabkan kematian, cidera berat, atau penyakit
akibat kerja.
Untuk mengatasi risiko ini, mereka
menggunakan metode "Bow Tie Risk
Analysis," yang membantu mereka mengidentifikasi dan mengevaluasi
kendali yang diperlukan untuk mencegah atau memitigasi risiko utama.
Dalam sesi tersebut, peserta diajak untuk
memahami proses manajemen risiko K3 yang melibatkan identifikasi pihak-pihak
yang harus berkomunikasi dan saling berbagi informasi, menetapkan konteks, dan
menetapkan kriteria batasan yang diperlukan untuk menjaga fokus pada
keselamatan. Proses ini melibatkan langkah-langkah penting seperti penilaian
risiko, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, dan perlakuan
risiko. Semua tahapan ini harus secara rutin dipantau dan diperbarui jika
terdapat perubahan dalam konteks dan cakupan.
Salah satu hal yang menjadi fokus dalam
manajemen risiko adalah proses Hiradc
(Hazard Identification, Risk Assessment,
and Determining Control). Proses ini seringkali menjadi penentu jika
terjadi kecelakaan. Jenis-jenis bahaya yang perlu diidentifikasi mencakup
bahaya fisik seperti kebisingan, getaran, radiasi, listrik, mekanikal, dan
suhu. Selain itu, ada bahaya kimia seperti gas, uap, kabut, dan bahan berbahaya
dan beracun (B3) cair.
Bahaya biologi seperti virus, bakteri, dan
jamur juga menjadi perhatian, begitu juga dengan bahaya ergonomis seperti
pencahayaan, penanganan manual, dan desain tempat kerja. Terakhir, bahaya
psikologi seperti pekerjaan shift, ancaman fisik, dan pekerjaan monoton juga
harus dipertimbangkan.
(OHS
Dept Head Instansi PT Maruwai Coal), Mustolih menjelaskan bagaimana setiap
aktivitas yang memiliki potensi bahaya dan risiko yang dapat mengakibatkan
cidera berat atau fatalitas harus melalui penilaian risiko. Mereka menggunakan
metode "bow tie" untuk menentukan kendali risiko utama yang
memfokuskan pada upaya pencegahan insiden risiko utama dan mitigasi tingkat
keparahan jika insiden terjadi.
Proses ini melibatkan tahap identifikasi
risiko utama, penentuan tingkat risiko, dan menentukan penyebab dari risiko
utama. Dampak dari risiko tersebut juga harus dipahami, sehingga langkah
pengendalian risiko yang tepat dapat diambil, seperti pemasangan perangkat
pembatas kecepatan pada kendaraan, pemasangan kamera indash atau GPS tracking,
serta pelatihan kepada operator. Selanjutnya, kendali risiko utama dievaluasi
untuk memastikan bahwa mereka dapat mencegah atau memitigasi risiko tersebut.
DPP APKPI bidang Regulasi, Standarisasi, yang
juga Advokasi dan Operation SHE Dept. Manager PT Pamapersada Nusantara, Richard
F Kawilarang, menyoroti pentingnya manajemen risiko dalam konteks peraturan dan
perundangan yang berlaku, tata kelola perusahaan yang baik, konsistensi dalam
penerapan standar internasional, serta inovasi dalam industri pertambangan.
Kawilarang menguraikan manfaat dari manajemen risiko, termasuk peningkatan
akurasi proses, pencegahan kecelakaan, pengurangan dampak insiden tak terduga,
peningkatan produktivitas, efisiensi, akuntabilitas, citra perusahaan yang
baik, dan peningkatan kinerja keselamatan.
Risk
assessment dalam manajemen risiko melibatkan pemantauan
dan peninjauan terhadap semua aktivitas di semua area kerja perusahaan,
termasuk proyek baru, pekerjaan, dan tinjauan berkala. Input dari pemerintah,
pemangku kepentingan, serta perubahan dalam desain kerja, proses, atau
peralatan juga menjadi bagian penting dari proses evaluasi risiko.
(EHS
Assistant Manager Harita Nickel), M Herdya Adam menekankan pentingnya upaya
untuk menjadikan operasi nikel yang berkelanjutan dengan pengawasan yang ketat,
panduan yang jelas, dan komunikasi yang efektif.
Adam
juga mengatakan setiap unit bisnis
memiliki sumber daya yang berbeda, berbagai stakeholder
seperti investor, mitra, pemerintah, dan berbagai departemen harus dihadapi dan
dikoordinasikan dengan baik untuk menjaga keselamatan dan kesuksesan industri
nikel.
Dengan semua ini, manajemen risiko
keselamatan pertambangan menjadi kunci untuk mewujudkan industri pertambangan
yang lebih aman, efisien, dan berkelanjutan di Indonesia. Selama
bertahun-tahun, Indonesia terus berusaha untuk meningkatkan keselamatan di sektor
ini, dan peraturan seperti PP 5 tahun 2021 dan berbagai inisiatif manajemen risiko
adalah langkah penting kearah yang lebih baik lagi.