Tfz9BSAlTfr7TSGlTUM5TfAlGA==

APKPI Bikin FGD Mengukur Safety Maturity Level Keselamatan Pertambangan

Direktur APKPI Alwahono saat memberikan penjelasan FGD Safety Maturity Level. Foto: APKPI

Penulis: Yanuarius Viodeogo Seno

MINESAFETY -- Asosiasi Profesi Keselamatan Pertambangan Indonesia (APKPI) sedang menyusun instrumen panduan tingkatan budaya keselamatan di perusahaan yang hasil akhirnya dalam bentuk artikel ilmiah untuk dipublikasikan ke jurnal internasional.

Pelaksanaan menyusun instrumen tersebut terus digodok berkesinambungan melalui Forum Group Discussion (FGD) oleh DPP APKPI bidang Riset dan Pengembangan sebagai yang mengepalai proyek ini. FGD juga digelar di sejumlah perusahaan-perusahaan pertambangan mineral dan batu bara, perguruan tinggi, dan bersama pemerintah selama 2 minggu dengan tema FGD 'Instrumen Pengukuran Safety Maturity Level'.

Latar belakang APKPI berinisiatif membuat panduan tingkatan kinerja keselamatan pertambangan tersebut, berawal dari pengamatan Keputusan Dirjen ESDM No. 185.K/37.04/DJB/2019 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keselamatan Pertambangan dan Pelaksanaan, Penilaian, dan Pelaporan Sistem Manajemen Keselamatan pertambangan Mineral dan Batubara. Di dalam Kepdirjen itu belum ada pasal khusus instrumen mengukur kinerja keselamatan pertambangan.

Direktur APKPI Alwahono mengatakan dalam mengevaluasi kinerja karyawan khususnya perusahaan pertambangan mesti ada panduan tingkatan-tingkatan kinerja keselamatan pertambangan (KP) karyawan yang dipakai oleh pihak perusahaan atau pihak luar. Panduan itulah saat ini yang sedang dibahas oleh APKPI melalui FGD.

"Acuan atau rujukan penerapan evaluasi kinerja karyawan di perusahaan pertambangan ini diawali dengan riset terlebih dahulu, sekarang FGD. Setelah FGD, kami akan uji coba ke sejumlah perusahaan-perusahaan, di situ kami mengukur Safety Maturity Level perusahaannya," kata Alwahono kepada Minesafety, Kamis (14 Juli 2022).

Menurutnya, perusahaan-perusahaan minerba berharap ada panduan metode untuk mengukur kinerja keselamatan pertambangan. Maka Dari itu, papar Alwahono, APKPI melalui bidang Riset dan Pengembangan  serius mendiskusikannya supaya ada bentuk nyata panduan pengukuran tersebut terpublikasi secara ilmiah dan terbit di jurnal internasional. 

Ketua DPP Bidang Riset dan Pengembangan APKPI Joko Triraharjo saat memaparkan tujuan riset. Foto: APKPI
Ketua bidang Riset dan Pengembangan APKPI Joko Triraharjo mengatakan metodologi menyusun instrumen tersebut melalui berbagai pendekatan seperti pendekatan akademisi dengan mengajak pihak perguruan tinggi memberikan pandangannya terhadap riset yang dijalankan. Sejauh ini, ada dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Universitas Diponegero (UNDIP) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Selain itu, Joko Triraharjo juga turut menyampaikan bahwa perlu adanya pendekatan dari industri seperti dari perusahaan pertambangan minerba dan kontraktor pertambangan, selanjutnya pendekatan hukum dan politik seperti mengajak Kementerian ESDM dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk berdiskusi kepada APKPI.

"Ternyata tingkat mengukur budaya keselamatan masing-masing perusahaan berbeda. Dari universitas ini berbeda dengan universitas lain maka harus ada acuan nih alat ukurnya. Hal tersebut sama seperti kita ingin mengukur berat badan tapi timbangannya berbeda, pasti hasilnya tidak akan relevan. Berangkat dari sana, kami membutuhkan instrumen pengukuran yang sama," ujar Joko.

Joko mengatakan jika tidak ada hambatan, FGD berlangsung selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan indikator selma 1 bulan dan uji tes instrumen kepada insan tambang sebagai sample untuk melihat hasil akhir dari pengukuran kinerja keselamatan pertambangan karyawan.

Tim APKPI terdiri dari Direktur Alwahono (enam dari kanan), Dewan Pengawas Eko Gunarto (empat dari kiri), Sekjen APKPI Ade Kurdiman (dua dari kiri), Ketua Riset dan Pengembangan APKPI Joko Triraharjo (kemeja putih ID card tengah) dan manajemen PT Putra Perkasa Abadi (PPA). Foto: APKPI

Sekjen APKPI Ade Kurdiman mengutarakan setelah FGD ini, menguji instrumen ini melalui sampling ke beberapa perusahaan mengikuti kaidah ilmiah, tahap selanjutnya APKPI memberikan masukan kepada pemerintah terutama Kementerian ESDM juga mendengarkan masukan pandangan mereka terhadap hasil riset APKPI. Baru setelah itu, tahap pentingnya mempublikasikan ke jurnal internasional.

"Di dalam Kepdirjen 185/2019 itu masih diperlukan pedoman turunan untuk menilai 5 tingkatan kinerja Keselamatan Pertambangan. Oleh karena itu, kami APKPI berinisiatif menyusun instrumen tersebut dan nanti dijadikan usulan kepada pemerintah, dan pihak terkait sebagai pedoman penilaian safety culture maturity level pertambangan di perusahaan masing-masing," kata Ade.  

Dewan Pengawas APKPI Eko Gunarto mengatakan tingkatan yang diukur dari terendah hingga ketingkatan paling tinggi yaitu, dasar-reaktif-terencana-proaktif dan resilient sebagai tingkatan tertinggi budaya keselamatan karyawan.

"Penilaian itu berupa kuesioner, peninjauan lapangan, inspeksi, untuk mencari tahu seperti apa keterlibatan karyawan, tanggung jawab pemimpin, kinerja keselamatan (statistik), dan upaya-upaya pengendalian lainnya sampai kita bisa mengetahui sejauh mana levelnya. Apakah pada tingkatan dasar atau sudah pada resilient. Peniliannya bisa dilakukan oleh asesor perusahaan itu sendiri, atau dari eksternal," terang Eko.

Type above and press Enter to search.