Tfz9BSAlTfr7TSGlTUM5TfAlGA==

Resep Kelola Lingkungan Kerja Atas Risiko Kecelakaan Kerja


Ilustrasi: Pekerja pabrik kayu menggunakan perlengkapan pelindung diri untuk mencegah kecelakaan kerja. Foto: Pixabay

MINESAFETY -- Perusahaan pertambangan mineral dan batubara di tanah air sebagian telah menjalankan komitmen dalam pengelolaan lingkungan kerja untuk mencegah kecelakaan dan keselamatan kerja. 

Korporasi atau perusahaan menilai korban yang timbul dari lingkungan kerja di industri pertambangan masih sebagai penyumbang angka kecelakaan kerja yang tinggi karena rentan terhadap bahaya risiko  dan penyakit kerja.

Ketua DPW Asosiasi Profesi Keselamatan Pertambangan Indonesia (APKPI) Kalimantan Selatan Rischa Lavinia mengatakan tempat dia bekerja yaitu Adaro Energy, bahaya dari lingkungan kerja dapat dikendalikan atau dikelola dengan tujuan agar bekerja dengan aman dan sehat. 

"Kami saling support (mendukung) dan dukungan komitmen dari manajemen top level supaya keberhasilan program pengelolaan keselamatan pertambangan berhasil. Sejumlah hal kami perhatikan, seperti bujet penting supaya program tepat sasaran. Kalau program dengan bujet berlebihan sia-sia," kata Rischa dalam diskusi Safety Sharing Session (S3) diselenggarakan APKPI, Rabu (8/12/2021). 

Aspek strategi lain menekan penyakit di lingkungan kerja yang dialami karyawan Adaro Energy, menurutnya, perusahaan selalu berinovasi, peningkatan dan evaluasi program berjalan dan program sebelumnya. 

Selain itu, kata Rischa dengan menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah, perusahaan mitra kerja, dan institusi pendidikan. Alasannya, perusahaan memiliki keterbatasan praktik dan teori sehingga membutuhkan masukan dari pihak eksternal dengan tujuan nol kecelakaan kerja.  

"Penderita penyakit kerja berasal dari lingkungan kerja disebabkan oleh bahaya fisika, getaran suhu tubuh, kelebihan atau kekurangan pencahayaan, kebisingan, radiasi, debu batubara, debu asbes, debu silika dan lainnya," kata Rischa. 

Supriyanto, anggota APKPI Bidang Teknologi dan Keselamatan Pertambangan menyebutkan dalam pengelolaan lingkungan kerja menjadi perhatian utama mereka. Supriyanto yang mewakili PT Harita Grup ini mengatakan perusahaan bergerak dengan cepat dan sigap memperhatikan Keselamatan dan Kecelakaan Kerja (K3). 

"Kami mempunyai lab sendiri medical check up, lab PCR, dan kami rencana memiliki laboratorium gigi sendiri. Kami mempunyai fasilitas lengkap," ujarnya. 

Namun demikian, papar Supriyanto, untuk mengelola risiko kerja pihaknya berpedoman dengan health risk assessment (HRA). Dalam prinsip HRA itu, perusahaannya menaruh perhatian besar kepada sumber daya yang optimal agar lingkungan kerja berlangsung aman dan lancar. 

Adapun sumber daya itu mencakup jumlah karyawan, tenaga kesehatan, tingkat pendidikan, budaya masyarakat, fasilitas peralatan, kemampuan operasional, akses terhadap alat dan peralatan baik itu sewa atau beli, suply chain peralatan kesehatan, peraturan daerah atau adat, kebijakan perusahaan atau panduan kerja lainnya. 

"Misalnya, ada pekerja pendengarannya kurang, apakah dipindah ke divisi lain, atau pengobatan. Memang tidak gampang, ada pendengaran bermasalah kami bingung mau taruh di mana yang pasti kami kontrol. Dengan HRA maka penanganannya seperti apa," ujar dia. 

Sementara itu, Ruby Hatmoko pengurus APKPI Bidang Advokasi mengutarakan fasilitas kesehatan menjadi sangat penting bagi perusahaan untuk mengendalikan dan melindungi para pekerja dari cedera dan penyakit.  

"Kami Desember ini akan mengoperasikan CT Scan untuk mengatasi bahaya radiasi. Ada penurunan fungsi pendengaran, misalnya melalui pengurangan noise (kebisingan) di tempat kerja yang disesuaikan dengan KPI (Key Performance Indicator)," ujar Ruby yang bekerja di PT Vale Indonesia Tbk.   

Type above and press Enter to search.