Presiden RI Jokowidodo |
MINE SAFETY-Kekayaan alam Indonesia harus dikelola melalui Green Economy dan Blue Economy. Keseriusan pemerintah terkait dengan Green Economy ditandai dengan akan dibangunnya Green Industrial Park seluas 20.000 ha di Kalimantan Utara pada bulan depan. Energi yang diperlukan untuk menghidupkan green industrial park akan diambil dari Sungai Kayan.
Demikian ditegaskan Presiden Joko Widodo dalam pengarahannya kepada Alumni peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 dan peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) 23 Lemhannas RI di Istana Merdeka, Rabu (13/10/2021). Dalam kesempatan terpisah secara khusus Presiden meminta Edi Permadi, Koordinator Tim Kajian Sumber Kekayaan Alam (SKA) Lemhannas RI untuk segera memberi masukan soal Hilirisasi Mineral Strategis utamanya Nikel untuk dipelajari lebih lanjut.
Hadir dalam pengarahan itu, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, Letjen TNI (Pur) Agus Widjojo (Gubernur) dan didampingi Marsdya TNI Wieko Syofyan (Wakil Gubernur), Komjen Pol. Drs. Purwadi Arianto (Sestama), Reni Mayerni (Deputi Pengkajian Strategis), Laksda TNI Prasetya Nugraha (Deputi Pemantapan Nilai), Mayjen TNI Sugeng Santoso (Deputi Pendidikan), Edi Permadi ( Kordinator Tim Kajian Sumber Kekayaan Alam) dan AM Putut Prabantoro (Taprof Bid. Ideologi dan Sosbud). Sementara perwakilan para alumni PPRA 62 dan PPSA 23 yang hadir dalam pengarahan tersebut berjumlah 18 orang.
Dijelaskan Joko Widodo bahwa dalam mengelola sumber kekayaan alam Indonesia harus berpegang teguh pada prinsip ekonomi melalui green economy dan blue economy. Indonesia harus melakukan menjalankan ekonomi berkelanjutan dengan menjaga kelestarian alam. Selain itu, semua komiditas yang ada harus didorong hilirisasi dan industriliasasinya agar memiliki nilai tambah dengan membangun industri di dalam negeri. Indonesia tidak boleh lagi mengespor bahan mentah (raw material) terus menerus.
“Pembangunan green industrial park di Kalimantan Utara akan menggunakan energi dari Sungai Kayan. Semua menggunakan energi baru terbarukan. Sudah banyak yang antri untuk masuk kawasan ini. Seluruh produk keluaran dari kawasan ini adalah produk hijau dan energinya juga hijau. Dalam 10 tahun lagi, Uni Erop dan Ameria Serikat tidak mau membeli barang yang merupakan produk yang menggunakan energi batubara. Semua mengarah ke sana dan kita akan mendahului,” Ujar Joko Widodo.
Joko Widodo juga mengatakan bahwa dalam 2-3 tahun, dari Indonesia akan bermunculan mobil listrik yang merupakan hasil kerjasama BUMN dengan swasta luar negeri. Nikel yang menjadi harta karun Indonesia harus diolah menjadi katoda baterai listrik dan stainless steel yang nanti diintegrasikan dengan industri otomotif. Indonesia memiliki peluang untuk membuat mobil listrik dan Indonesia tidak boleh kehilangan kesempatan untuk menggunakan momentum ini.
“Indonesia jangan ekspor lagi nikel dalam bentuk raw material. Stop ekspor barang mentah. Kita paksa BUMN, swasta kita atau dari luar negeri, untuk mendirikan industrinya di dalam negeri. Integrasi Krakatau steel dan baterai dan Industri turunan nikel dan industri otomotif. Krakatau steel sudah dapat membuat strip steel yang berguna untuk pembuatan body mobil. Inilah kesempatan jangan sampai hilang. Jadi fondasi Setelah pelarang ekspor nikel, akan disusul dengan bauksit dan bahkan juga sawit. Kekayaan alam kita harus mempunyai nilai tambah,” ujar Joko Widodo.
Ditegaskan pula bahwa Indonesia harus berani melawan gugatan WTO. Pemerintah akan mempersiapkan pengacara-pengacara handal untuk melawan gugatan luar negeri. Selain itu, kekayaan laut Indonesia harus dikelola melalui blue economy.
Setidaknya ada 5 (lima) butir rekomendasi Lemhannas RI yang diberikan kepada Presiden. Dalam paparannya yang berjudul Hilirisasi Mineral Strategis dan Logam Tanah Jarang Guna Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Menurut Agus Widjojo, rekomendasi itu meliputi kegiatan eksplorasi mineral dan inventarisasi termasuk integrasi data sumber kekayaan mineral Indonesia, keselarasan regulasi antar departemen terkait serta penegakan hukum, ketersediaan energi murah utamanya energi hijau (green Energy), pengendalian ekspor mineral dan penguasaan teknologi pengolahan baik Pierometalurgy yang optimal (smelter) dan hydrometalurgy.
Agus Widjojo menjelaskan kajian Lemhannas dan menyatakan temuannya bahwa teknologi smelter sebenarnya hanya mendukung industri baja dan steinless Stell. Smelter tidak memberi dukungan bagi pembangunan industri baterai listrik dan baterai listrik. Secara metalurgi industri baterai hanya dapat didukung dengan teknologi hydrometalurgi yang pada umumnya berupa HPAL. Teknologi ini hanya ada satu di Indonesia dan baru akan digunakan pada 2021 ini.
Satu Halaman
Dalam kesempatan terpisah setelah pengarahan, Presiden Joko Widodo meminta Edi Permadi untuk memberi masukan terkait dengan Hilirisasi Mineral Strategis dan Logam Tanah Jarang utamanya Nikel. Permintaan itu terkait penjelasan Edi Permadi kepada Joko Widodo bahwa jika bijih nikel, tidak dikelola dengan Good Mining Practices (GMP) dan konservasi sumber daya dalam waktu belasan tahun saja akan habis. Oleh karena itu, untuk berdaya guna bagi dukungan perwujudan ekonomi nasional, nikel dan mineral strategis lainnnya harus dikelola dengan baik.
"Saya minta untuk segera diberikan kepada saya tentang hal itu dan cukup satu halaman saja. Saya baru mendengar tentang hal ini, " ujar Joko Widodo kepada Edi Permadi.
Kepada Presiden, dijelaskan juga oleh Edi Permadi, pengelolaan SKA melalui GMP agar dapat dilakukan konservasi jangka panjang dan membuat industri strategis nasional. Salah satunya adalah Solar Cell sebagai green energy. Peluang menghasilkan green power (energy) sesuai dengan Paris Agreement 2015 membuat semua negara berusaha untuk memenuhi persyaratan (compliance).
“Kita bisa dapatkan benefit dengan memproduksi green energy untuk diekspor ke negara yang membeli dengan harga premium seperti Singapura yang tidak memiliki lahan luas. Sebagai contoh, sekarang ini Australia merencanakan pemasangan kabel bawah laut sejauh 4.200 KM melalui Indonesia untuk mensupplai Singapura,” ujar Edi Permadi.
Dalam konteks tersebut, dijelaskan lebih lanjut, Indonesia memiliki peluang yakni mensupplai dari Riau dan Batam yang jaraknya hanya 60 KM. challenge yang ada adalah kaitan dengan pembangkit dan transmisi swasta apalagi untuk ekspor. Lalu portofolio PLN sebagai pengayom seluruh rakyat Indonesia sehingga berfokus pada fosil yang ekonomis sehingga perlu didorong BUMN atau Swasta Nasional kuat yang bisa menciptai nilai tambah dengan membuat pembangkit green energy.